Rasulullah saw juga mengajarkan umatnya untuk hidup mandiri.
Kalau kita menelusuri jejak hidup beliau, akan kita temukan betapa beliau
seorang yang sangat mandiri. Beliau tak segan mengerjakan pekerjaan kasar sebagaimana
dikerjakan orang kebanyakan. Beliau sering menambal sendiri jubahnya, menjahit
sepatunya, dan melakukan setumpuk pekerjaan rumah. Bagi beliau, pekerjaan kasar
tidak mengurangi sedikitpun kemuliaannya sebagai Utusan Allah.
Suatu hari Nabi saw dan para Sahabat melakukan sebuah
perjalanan dan perlu berkemah. Ketika hendak mengolah makanan, mereka berebut
untuk ambil bagian.
Salah seorang Sahabat berkata:” Aku yang menyembelih
kambingnya.” Yang lain menyahut:” Aku yang mengulitinya.” Rasulullah saw tidak
mau kalah. Beliau berkata :” Aku yang mencari kayu bakarnya.”Mendengar inisiatif Rasulullah saw tersebut, para Sahabat
kemudian berkata:” Biarkan kami saja yang mengerjakan semuanya. Lebih baik
engkau beristirahat saja”.
Rasulullah saw kemudian bersabda:” Aku tahu, kalian pasti
tidak menghendaki aku mengerjakan hal ini, tapi Allah tidak suka melihatku
mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini”. Setelah itu, beliau meninggalkan
para Sahabat menuju padang pasir untuk mengumpulkan kayu bakar.
Bagi sebagian pemimpin, mengerjakan pekerjaan kasar seperti
mencari kayu bakar akan dianggap hina, atau setidaknya mengurangi gengsi. Akan
tetapi bagi Rasulullah saw, pekerjaan apapun yang dikerjakan secara jujur,
profesional, dan bermanfaat untuk semua, maka pekerjaan itu adalah mulia.
Kemuliaannya dan kehormatannya tidak berkurang sedikitpun hanya karena beliau
mengerjakan pekerjaan kasar. Sebaliknya, beliau merasa bangga dan mulia jika
bisa mengerjakan sendiri tugasnya, termasuk tugas kerumahtanggaan.
Rasulullah saw juga pernah pergi ke pasar dan pulangnya
membawa beberapa keranjang barang. Melihat Rasulullah saw keberatan membawa
barang-barangnya, para Sahabat berinisiatif membawakannya. Namun, Rasulullah
saw segera menolaknya. Beliau bersabda:” Kamilah pemilik barang ini, maka
kamilah yang paling berhak membawanya.”
Kemandirian yang ditekankan syariat adalah kemauan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dengan
bekerja keras agar terhindar dari sikap meminta-minta. Dalam ajaran Islam,
meminta-minta adalah pekerjaan hina yang harus dijauhi, kecuali dalam keadaan
sangat memaksa.
Islam tidak melarang kaum Muslim menerima pemberian orang
lain, akan tetapi menjadi pemberi jauh lebih baik dan mulia. Kita semua
dianjurkan untuk memberi dan menjadi “tangan di atas”.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Sumber: Suara Hidayatullah, Januari 2012)
No comments:
Post a Comment