Mengenang masa kecil, memberi kenyamanan tersendiri. Ada
ungkapan :” Jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasa”. Masa
bermain bersama saudara dan teman, merupakan keindahan dalam kehidupan ini.
Keindahan masa kecil yang masih bisa dirasakan di dalam pikiran.
Diantara kenangan masa kecil yang sangat kuat melekat didalam
pikiran saya, adalah masa-masa bersekolah disebuah desa bernama Tandun pada
tahun 1957. Sampai hari ini, keinginan untuk berdomisili disebuah desa, masih
saya rasakan. Hiruk pikuk perkotaan, belum dapat menghilangkan harapan saya
untuk dapat menikmati alam pedesaan.
Desa Tandun termasuk dalam wilayah Kecamatan Tandun,
Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau. Terletak di jalan raya lintas Pekanbaru-Rokan
Hulu. Jalan raya ini menghubungkan Propinsi Riau dengan Propinsi Sumatera
Utara.
Jarak Pekanbaru ke Tandun sekitar 130 km. Dapat ditempuh
selama lebih kurang tiga jam dengan kendaraan bermotor. Kondisi jalannya
lumayan bagus. Ada dua pilihan jalan darat menuju Tandun. Pertama, melalui
Danau Bengkuang, Bangkinang dan Rantau Berangin. Melewati jalan ini, banyak
ditemukan SPBU dan rumah makan. Kedua, melalui Jl. Garuda Sakti, Petapahan dan
Kasikan. Jalan ini relatif sepi dan belum ada SPBU. Masih banyak daerah
perkebunan atau hutan kecil.
Sekarang ini, sangat mudah berkunjung ke Tandun. Bisa sehari
pergi pulang. Angkutan umum juga banyak. Tidak demikian halnya dimasa lalu.
Sampai dengan tahun 1970 an, jalan ini mengalami rusak berat
dari Rantau Berangin sampai ke Pasir Pengarayan (sekarang ibukota Kabupaten
Rokan Hulu) dan perbatasan Sumatera Utara.
Sulit dilewati kendaraan bermotor. Banyak warga yang memilih berjalan
kaki dari/ke Rantau Berangin. Jaraknya dari Tandun sekitar 30 km. Saya sendiri
ikut mengalaminya masa-masa itu.
Dari Tandun, saya bersama nenek, ibu dan saudara jalan kaki
ke Desa Kabun. Berangkat pagi-pagi, menjelang siang sampai di Kabun. Disini
kami istirahat dan makan siang. Menumpang di rumah penduduk di pinggir jalan. Makan
siangnya dimasak oleh ibu dan nenek. Seingat saya, waktu itu kami makan nasi
dan sarden yang disambal.
Waktu itu ada pengerjaan jalan. Ada truk pengangkut batu.
Setelah dihubungi, kami dibolehkan menumpang ke Rantau Berangin. Berangkatnya
sore. Di Rantau Berangin, kami makan malam disebuah rumah makan sederhana.
Nenek selalu membawa bekal nasi putih didalam kemasan yang terbuat dari anyaman
pandan. Jadi, kami hanya membeli lauknya saja. Untuk ke Pekanbaru, kami
menunggu bus dari Sumatera Barat. Banyak diantara bus-bus tersebut sudah penuh.
Lumayan lama juga kami menunggu. Biasanya, perjalanan Tandun-Pekanbaru dan
sebaliknya, menghabiskan waktu sehari semalam untuk sekali jalan.
Waktu itu, tidak dapat saya membayangkan jika sekarang ini
antara Pekanbaru dan Tandun dapat ditempuh dalam sehari pergi pulang. Beberapa
kali, saya dengan menggunakan sepeda motor berkunjung ke Tandun. Hanya untuk
makan siang. Perginya melalui jalan Garuda Sakti, pulangnya melalui Rantau
Berangin. Atau sebaliknya.
Tandun, dulu sebuah desa kecil. Tempat saya menghabiskan masa
sekolah diklas 1 Sekolah Rakyat. Kini telah berkembang. Banyak pendatang
berdomisili disini. Banyak juga pedagang dari luar yang berjualan pada hari
pasar (hari Minggu).
Pekanbaru, April 2014
No comments:
Post a Comment