Dengan informasi yang cukup, aktivitas akan menjadi lebih mudah.

Saturday, March 21, 2015

Sekolah Di Tandun (Cerita Masa Kecil)



Saya pernah menghabiskan masa sekolah selama setahun di desa Tandun. Itu terjadi sewaktu ada peristiwa PRRI. Orang tua saya yang berdomisili di Pekanbaru, memilih mengungsi ke Tandun. Nenek saya menetap disini. Waktu itu saya klas 1 Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar).

Suasana pedesaan sangat saya nikmati. Pergi sekolah bersama teman-teman, jalan kaki. Sekolah kami terletak diseberang sungai. Jika air sungai surut, kami menyeberang masuk sungai, walaupun ada jembatan. Air sungai jernih, kelihatan dasarnya yang terdiri dari batu napal.

Libur sekolah, saya habiskan diladang nenek. Seingat saya, pohon padinya lebih tinggi dari saya. Rumah diladang itu terbuat dari kerangka kayu, lantai dan dinding kulit kayu, sedang atap dari daun rumbia/nipah. Berbentuk rumah panggung. Malam hari, didekat rumah sering dinyalakan api.

Disamping padi, nenek juga menanam sayur seperti kacang panjang, terung dan cabe. Ada juga tebu, terung asam, rimbang, pisang, jagung dan lain-lain. Semua kebutuhan makan sehari-sudah tersedia, tinggal ambil di ladang. Kecuali garam, gula, minyak goreng dan kopi. Diladang itu, terdapat pula sebuah anak sungai kecil. Airnya jernih dan banyak ikannya. Disungai itulah kami mandi dan mengambil air untuk keperluan memasak. Sering juga kami mengambil ikan-ikan kecil untuk tambahan menu. Jarak ladang ini sekitar satu jam perjalanan dari Desa Tandun, melalui hutan dan kebun karet. Menamam padi dilakukan sekali setahun. Setelah dua kali ditanami, berpindah kelokasi lain. Bekas ladang ini ditanami nenek dengan karet.

Setiap hari Kamis, disini ada pasar. Penduduk Tandun, menghentikan aktivitas berladang. Kesibukan beralih ke sebuah pasar tradisional. Dipasar ini dijual berbagai kebutuhan rumah tangga. Ada  juga penjual pakaian dan makanan ringan seperti roti. Makanan ringan dan roti ini tidak banyak pilihan. Jarang sekali penjual daging dan ayam. 


Nenek  memiliki banyak kebun karet. Hari kamis itu, para penderes (disini disebut pemotong) karet menyetorkan hasilnya. Karet ini ditimbang dan kemudian dibeli oleh pengepul. Hasil penjualan itu dibagi. Sepertiga untuk pemilik kebun dan dua pertiga untuk penderes. Setiap hari pasar, rumah nenek yang terletak dekat pasar, selalu ramai.

Setelah keadaan dirasa aman, setahun kemudian orang tua saya kembali ke Pekanbaru. Saya melanjutkan pendidikan di kota ini.
Peristiwa tersebut sudah sangat lama berlalu. Namun, masih selalu dapat saya ingat. Kebahagiaan masa kecil disebuah desa bernama Tandun. 

Saya merasa beruntung, sempat menikmati hari-hari disebuah desa dan ladang. Tidak mudah memperoleh kesempatan seperti itu dimasa sekarang ini. Ladang sudah tidak ada. Air sungai tidak lagi jernih sehingga anak-anak lebih memilih kolam renang untuk bermain. Anak-anak tidak lagi berteman dengan alam sekitar. Lebih banyak menghabiskan waktu bersama peralatan elektronik dan mengunjungi mall.

Pekanbaru, Maret 2015.

No comments: